PENYESUAIAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK



PERATURAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 162/PMK.011/2012
Tanggal 22 Oktober 2012
PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.     bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 telah ditetapkan besarnya penghasilan tidak kena pajak;
b.     bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat, perlu dilakukan penyesuaian terhadap besarnya penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.     bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap besarnya penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas, Menteri Keuangan telah mengadakan pertemuan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 30 Mei 2012 dan 15 Oktober 2012;
d.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;
Mengingat :
1.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 N6mor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.     Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK.
Pasal 1
Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut:
a.     Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b.     Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c.     Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
d.     Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Pasal 2
Ketentuan yang diperlukan mengenai tata cara penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 3
Ketentuan mengenai penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.
Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1035

Pemeriksaan Pajak & Sanksi Administrasi



Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

LINGKUP PEMERIKSAAN
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN
Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah:
  1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
  2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
  3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;
  4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
  5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
  6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
HAK-HAK WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN
Hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan antara lain:
  1. Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
  2. Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
  3. Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
  4. Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
  5. Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.Tabel sanksi administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak disajikan dalam uraian dibawah ini.

Sanksi denda:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1 7 (1) SPT Terlambat disampaikan :



a. Masa Rp100.000 atau Rp500.000 Per SPT


b. Tahunan Rp100.000 atau Rp 1.000.000 Per SPT
2 8 (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik 150% Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3 14 (4) pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; 2% Dari DPP


pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap 2% Dari DPP


PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak 2% Dari DPP
Sanksi bunga:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1. 8 (2 dan 2a) Pembetulan SPT Masa dan Tahunan 2% Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2. 9 (2a dan 2b) Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan 2% Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB 2% Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4. 13 (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya 48% Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5. 14 (3) a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan


b. SPT kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan

14 (5) PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
6. 15 (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya 48% Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7. 19 (1) SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar 2% Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8. 19 (2) Mengangsur atau menunda 2% Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9. 19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT 2% Atas kekurangan pembayaran pajak


Sanksi kenaikan:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1. 8 (5) Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP 50% Dari pajak yang kurang dibayar
2. 13 (3) Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29



a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50% Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar


b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan 100% Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut


c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar 100% Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3. 15 (2) Kekurangan pajak pada SKPKBT 100% Dari jumlah kekurangan pajak tersebut

Hak-Hak Wajib Pajak | Direktorat Jenderal Pajak

Hak-Hak Wajib Pajak | Direktorat Jenderal Pajak

SPN II Bali Di-Relaunching, Istri Wagub Bali dan "Kartini Bali" Siap Menjadi Duta Pajak | Direktorat Jenderal Pajak

SPN II Bali Di-Relaunching, Istri Wagub Bali dan "Kartini Bali" Siap Menjadi Duta Pajak | Direktorat Jenderal Pajak

Bagaimana ya Cara Terbaik Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak? | Direktorat Jenderal Pajak

Bagaimana ya Cara Terbaik Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak? | Direktorat Jenderal Pajak