PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013
Tanggal 12 Juni 2013
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013
Tanggal 12 Juni 2013
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa
untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang
memiliki peredaran bruto tertentu, perlu memberikan perlakuan tersendiri
ketentuan mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan
yang terutang;
b.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Peraturan
Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1.
Undang-Undang
Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2.
Tahun
Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Pasal 2
(1)
|
Atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. |
(2)
|
Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: |
a. Wajib Pajak orang
pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
b. Menerima
penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
Tahun Pajak.
|
|
(3)
|
Tidak
termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau
jasa yang dalam usahanya: |
a. menggunakan sarana
atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak
menetap; dan
b. menggunakan
sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan
bagi tempat usaha atau berjualan.
|
|
(4)
|
Tidak termasuk Wajib Pajak badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)adalah:
|
a. Wajib
Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
b. Wajib Pajak badan
yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial
memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah).
|
Pasal 3
(1)
|
Besarnya
tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 adalah 1% (satu persen). |
(2)
|
Pengenaan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir
sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. |
(3)
|
Dalam hal
peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun
Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah
ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. |
(4)
|
Dalam hal
peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai
tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan. |
Pasal 4
(1)
|
Dasar
pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah
peredaran bruto setiap bulan. |
(2)
|
Pajak
Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1). |
Pasal 5
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas penghasilan dari
usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 6
Atas
penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 7
Pajak yang
dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan
dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 8
Wajib Pajak
yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan
penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
kompensasi
kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5
(lima) Tahun Pajak;
b.
Tahun
Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.
kerugian
pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun
Pajak berikutnya.
Pasal 9
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan
atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu dan kriteria beroperasi secara komersial
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 10
Hal khusus
terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur
sebagai berikut:
1.
didasarkan
pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya
Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir
sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari
jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
2.
didasarkan
pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan
bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal
Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat
berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan sebelum Peraturan Permerintah ini
berlaku;
3.
didasarkan
pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari
usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai
Wajib Pajak sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 11
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
ttdpada tanggal 12 Juni 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
pada tanggal13 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN